8 Pola Pikir Stoikisme Bikin Ngerjain Skripsi Jadi Santuy

Juli 20, 2023


Mayoritas mahasiswa ingin lulus tepat waktu. Namun, mencapai gelar sarjana memerlukan penyelesaian tugas akhir berupa skripsi. Tugas ini sering kali membuat banyak mahasiswa ketar-ketir


Proses mengerjakan skripsi penuh tantangan dan kesulitan, yang sering kali menyebabkan stres dan tekanan bagi mahasiswa. Mulai dari kesulitan dalam menentukan judul, penolakan judul, hingga sulitnya berkomunikasi dengan dosen pembimbing, mencari referensi, serta membagi waktu. Semua ini dapat mengurangi semangat dan menimbulkan pikiran negatif. Kesulitan ini seringkali membuat mahasiswa akhir menunda-nunda mengerjakan skripsi, merasa malas, dan overthinking. 


Ditambah lagi dengan tekanan dari lingkungan luar, seperti pertanyaan mengenai kapan akan lulus atau sejauh mana kemajuan skripsi. Melihat teman-teman yang sudah lebih maju dalam prosesnya juga bisa membuat mahasiswa merasa tidak percaya diri, stres, dan akhirnya mengisolasi diri. Ada kecenderungan untuk menghindari pertemuan dengan teman karena merasa tertinggal.


Pandangan bahwa skripsi adalah tugas yang berat, rumit, dan menakutkan seringkali mengubah pandangan kita sebelum mulai mengerjakannya. Ini bisa merusak mental kita sebagai mahasiswa akhir, bahkan membuat kita menganggap skripsi sebagai beban.


Kendala-kendala dalam mengerjakan skripsi seharusnya tidak menjadi alasan untuk menunda atau malas. Sebaliknya, kita harus menghadapi kesulitan ini dengan tekad. Salah satu cara untuk mengatasi kesulitan dalam mengerjakan skripsi adalah dengan menerapkan pola pikir Stoikisme. Ini berarti kita fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan, sehingga dapat membantu kita mengerjakan skripsi dengan lebih tenang, tanpa merasa tertekan oleh faktor eksternal yang di luar kendali kita.

Pokok Pembahasan :

  • Apa itu Stoikisme?
  • Ubah Pola Pikirmu
  • Pisahkan Apa yang Bisa Kamu Kendalikan dan Tidak Bisa Kamu Kendalikan (dikotomi kendali)
  • Fokus Pada Internal Goal
  • Menerapkan Amor Fati (Mencintai Nasib)
  • Melawan Malas
  • Pesan Buat si Perfeksionis
  • Jangan Mengisolasi Diri



Apa itu Stoikisme ?

Mungkin Filsafat Stoikisme ini udah cukup familiar buat kalian. Stoikisme bukanlah filsafat baru, ajaran ini udah lahir sejak 301 SM. Belakangan ini, Stoikisme kembali populer karena ajarannya ternyata masih relevan hingga saat ini dan membantu mengatasi berbagai masalah masyarakat modern.


Filsuf bernama Zeno dari Citium ini yang pertama kali mencetuskan ajaran Stoikisme. Filsafat ini terus dikembangkan oleh para filsuf ternama lainnya yaitu Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius. 


Menurut kamus Oxford, Stoikisme adalah daya tahan terhadap rasa sakit atau kesulitan tanpa mengeluh.


Secara umum, Stoikisme merupakan filosofi yang mengajarkan kita untuk hidup tenang dengan cara mengedepankan rasio (akal). Stoikisme menghendaki hidup dengan emosi yang terkendali dan selaras dengan alam.



Baca juga :

Stoa Obat Penenang Jiwa Untukmu


Mengenal Stoikisme : Sebuah Filosofi untuk Hidup Lebih Tenang dan Bahagia



Menerapkan Stoikisme agar tetap Santuy saat Ngerjain Skripsi



1. Ubah Pola Pikirmu

Seorang Filsuf Stoa, Epictetus mengatakan bahwa “hampir tidak ada yang bisa kita kendalikan, kecuali pikiran kita sendiri”. 


Bagi stoikisme, sangat penting untuk menjaga pikiran kita. Menurut Stoikisme, baik/buruknya sesuatu itu tergantung dari pikiran kita sendiri. Maka dari itu, penting sekali untuk menjaga pikiran kita agar tetap rasional dalam memandang sesuatu, melihat suatu masalah atau dalam hal apapun. 


Sedari awal, jika kamu menganggap skripsi adalah beban maka saat kamu menemukan kesulitan dalam proses mengerjakannya, kamu akan merasa tertekan. Pola pikir yang negatif ini sangat mempengaruhi tindakan dan respon kita kedepannya. Pola pikir yang negatif dapat menghambat kita untuk maju dan menyelesaikan skripsi. 



Senada dengan Epictetus, seorang Filsuf Marcus Aurelius juga mengatakan : 

“Jika kamu merasa susah karena hal eksternal, maka pikiran susah itu tidak datang dari hal tersebut, melainkan berasal dari pikiran/persepsimu sendiri. Dan kamu memiliki kekuatan untuk mengubah pikiran dan persepsimu kapan pun juga”. -Marcus Aurelius (Meditations).



Ubahlah sudut pandangmu terkait skripsi dari sebuah beban menjadi sebuah karya. Jika kita melihatnya sebagai beban, maka tantangan di masa depan akan terasa berat dan mengeluh akan menyertai perjalanan ini. Saat kita menilai skripsi sebagai beban, kita cenderung merasa frustrasi saat menghadapi kesulitan dan mencari kambing hitam dalam orang lain atau situasi. Tetapi, jika kita mengubah pandangan tentang skripsi sebagai sebuah karya, kita akan merasa termotivasi untuk mengasah kreativitas dalam proses penyelesaiannya. 


Sebagai ilustrasi, aku dulu memandang skripsi bukan sebagai beban, melainkan sebagai "mahakarya". Ini merupakan hasil kerja besar untuk mengaplikasikan apa yang telah dipelajari dan memberikan dampak positif, baik pada diri sendiri, institusi pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, hingga masyarakat luas. Dengan memandangnya seperti ini, aku mampu memberikan dedikasi penuh dalam mengerjakan skripsi, karena aku tahu bahwa karya ini akan memiliki manfaat, minimal bagi diriku sendiri dalam pemahaman yang lebih dalam terhadap topik penelitian. Hal ini juga membuat proses mengerjakan skripsi menjadi lebih dinikmati, karena aku melihatnya sebagai kesempatan untuk mendalami literatur dan memperluas pemahaman tentang topik yang kemudian diaplikasikan dalam skripsi.



2. Pisahkan Apa yang Bisa Kamu Kendalikan dan Tidak Bisa Kamu Kendalikan (Dikotomi Kendali)

“Some things are up to us, some things are not up to us”- Epictetus

“Ada hal-hal yang di bawah kendali (tergantung pada) kita, ada hal-hal yang tidak di bawah kendali (tidak tergantung pada) kita”.


Epictetus menyatakan bahwa kekhawatiran sering timbul dari stres terhadap hal-hal eksternal. Baginya, fokus seharusnya ditempatkan pada aspek yang sepenuhnya terkendali. Konsep ini merupakan inti ajaran stoik yang dikenal sebagai "dikotomi kendali".

Daftar hal yang benar-benar berada dalam kendali kita sangat terbatas, yaitu pikiran, tindakan, respons, keinginan, dan tujuan personal, yaitu hal-hal yang timbul dari pikiran kita sendiri. Sebaliknya, opini orang lain, tindakan mereka, penilaian mereka, cuaca, tempat kelahiran, kesehatan, bahkan hasil penilaian skripsi, semuanya berada DI LUAR KENDALI kita.

Hal yang berada dibawah kendali mencakup usaha maksimal dalam mengerjakan skripsi. Meliputi persiapan judul alternatif, pra-riset sebelum menentukan judul, penulisan mengikuti pedoman kampus, menghindari plagiasi dengan menggunakan sumber literatur terpercaya, aktif dalam bimbingan, merespons revisi dengan segera, dan lainnya. Fokuslah pada hal-hal ini yang sepenuhnya dalam kendalimu.

Sebaliknya, diterima atau ditolaknya judul, pandangan dosen pembimbing, hasil sidang proposal atau skripsi, serta jumlah revisi, semuanya berada di luar kendalimu. Jika kamu mengarahkan perhatian pada hal-hal eksternal ini, kecemasan dan stres mudah timbul.

Mengerjakan skripsi dengan sungguh-sungguh itu sudah cukup. Tanggapan dan penilaian dari dosen termasuk hal eksternal yang tak terkendali. Jika harus revisi, meskipun kamu sudah berusaha dengan maksimal, selesaikan saja dengan tulus. Mengoreksi skripsi adalah tugas dosen pembimbing, dan tanggung jawab kita sebagai mahasiswa adalah melakukan perbaikan.

Jika mengalami kesulitan dalam revisi, jangan diam saja. Temui dosen pembimbing atau minta bantuan kakak tingkat atau teman seperjuangan. Jika dosen sulit dihubungi, cari solusi melalui grup diskusi skripsi (di telegram atau twitter ada). Jangan biarkan kesulitan menghalangi kemajuan skripsi.

Jadi, tetap tenang dan percayalah bahwa semuanya akan berjalan baik jika kamu fokus pada yang bisa dikendalikan. Mulailah mengarahkan perhatian pada hal yang bisa kamu kendalikan dan kerjakan dengan sungguh-sungguh.



3. Fokus pada Internal Goal

Salah satu hal yang menghambat mahasiswa untuk menyelesaikan skripsinya adalah takut saat sidang proposal atau sidang skripsi. Perlu kamu ketahui, bahwa sidang skripsi atau proposal ini paling lama itu hanya 1 sampai 1,5 jam saja. Kalau pun kamu dicecar berbagai pertanyaan sama dosen peguji, itu hanya sementara kok, cuma 1 jam aja abis itu juga dosen-dosen mu akan lupa dengan kamu, kamu juga akan melupakannya segera. Dibandingkan kamu terus menerus takut dan khawatir akan sesuatu yang belum terjadi, itu malah membuatmu menunda ujian dan skripsimu ngga selesai-selesai. 


Kalau kata Seneca :
“We suffer more in imagination than in reality”- Seneca (Letters).
“Kita menderita lebih di imajinasi kita daripada di kenyataan”



Biasanya ketakutan-ketakutan kita terhadap sidang skripsi itu berasal dari pikiran-pikiran kita sendiri yang seringkali inilah yang menyiksa diri kita daripada kenyataan yang sebenarnya terjadi. Sering kali, realitas atau kenyataan yang terjadi jauh sekali dari apa yang kita takutkan atau apa yang dipikirkan sebelumnya, dan kita sudah menghabiskan banyak waktu dan energi untuk menyiksa diri kita memikirkan sesuatu yang belum tentu terjadi. 


Kalaupun memang itu terjadi, Epictetus akan menasehati kita “Jangan menuntut peristiwa terjadi sesuai keinginanmu, tetapi justru inginkan agar hidup terjadi seperti apa adanya, dan jalanmu akan baik adanya”.



Dalam buku Filosofi Teras, juga dibahas tentang menghadapi sidang skripsi atau sidang proposal, lebih baik kita fokus pada internal goals. Pertanyaan dosen, penilaian dosen, dan HASIL dari sidang skripsi mu itu bukan bagian dari hal-hal yang bisa kamu kendalikan. Pahami bahwa ada banyak faktor eksternal yang tidak terduga, bisa saja hari itu dosen penguji mu sedang tidak mood, tiba-tiba laptop kita ngga berfungsi, dan lain-lain. 



Kabar baiknya, ada bagian dari pengerjaan skripsi yang masih di bawah kendali kita, seperti persiapan kita dalam memahami topik dan hasil penelitian kita, menyiapkan power point dengan bagus dan profesional, berlatih presentasi, menyiapkan kemungkinan-kemungkinan pertanyaan yang akan muncul, memahami karakter dosen penguji mu, dan istirahat yang cukup sebelum sidang skripsi. Itu lah internal goals atau target bagi diri sendiri yang sepenuhnya ada di bawah kendalimu.



“Sepanjang kita sudah berupaya maksimal pada hal-hal yang bisa dikendalikan, itu sudah cukup. Nilai dari sidang skripsi kita adalah outcome (hasil) yang berada di luar kendali. Jadi, menjadi stress dan khawatir mengenai hasilnya adalah hal yang irasional”. -Henry Manampiring (Filosofi Teras, 61).



Satu lagi, yang bisa kamu terapkan saat sebelum menghadapi sidang skripsi, tanamkan dalam pikiranmu bahwa kamu sudah berusaha semaksimal mungkin, apalagi kalau kamu mengerjakan skripsi mu sendiri maka sebetulnya ngga ada yang perlu kamu khawatirkan karena sudah semestinya kamu memahami apa yang kamu tulis. Selama kamu sudah belajar, memahami hasil penelitianmu, kamu pasti akan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dari dosen penguji.



Anggap saja sidang skripsi ini adalah kesempatan kamu ngobrol sama para dewan penguji, mengoreksi hal-hal yang mungkin keliru atau terlewat dalam skripsimu supaya nanti jadi bahan perbaikan atau revisi agar skripsimu semakin baik. Terimalah kritik dan masukan itu dengan rendah hati dan kesempatanmu untuk belajar juga. Sidang skripsi tidak semenakutkan itu, percayalah. 




4. Menerapkan Amor Fati (Mencintai Nasib)

Saat kamu mendapat dosen yang sulit sekali dihubungi dan ditemu, ubahlah sudut pandangmu tentang nasib yang menimpamu itu. Mendapat dosen pembimbing yang sulit ditemui memang menjengkelkan, tapi kamu bisa mengubah respon atau penilaianmu terhadap hal itu. Ingat kembali, respon dan pikiranmu atas hal-hal yang menimpamu itulah yang berada di bawah kendalimu. 


Formula untuk keagungan (greatness) manusia adalah amor fati, yaitu tidak ingin apapun menjadi berbeda, tidak ke depan, tidak ke belakang, tidak di sepanjang keabadian. Tidak hanya sekedar menanggung yang memang harus di jalani… tetapi mencintainya.”- Friedrich Nietzche.


Memang kedengarannya tidak masuk akal, mana mungkin bisa menerima dosen yang sulit banget ditemui? apalagi sampai mencintai takdir bahwa dosen pembimbing kita sulit ditemui padahal udah nungguin berjam-jam di kampus??



Tidak ada yang berkata itu mudah, tetapi hal itu sangat mungkin untuk kita lakukan. Ingat dikotomi kendali, tindakan atau perlakuan orang lain itu adalah hal eksternal yang bukan dibawah kendali kita. Tetapi sikap dan persepsi kita terhadap hal eksternal itulah yang berada dibawah kendali kita. 



Coba renungkan sejenak, dosen mu sulit dihubungi karena memang sudah karakternya atau jangan-jangan itu berasal dari kesalahan-kesalahanmu? Coba ambil waktu untuk mengintrospeksi dirimu. Apakah bahasa chat-mu ke dosen pembimbing sudah sopan? apakah saat bertemu untuk bimbingan kamu sudah mempersiapkan hasil penelitianmu dengan baik? apakah saat bimbingan kamu sudah bersikap sopan?. Bisa jadi dosen sulit ditemui karena kesalahan pada diri kita sendiri. 



Kita juga harus mencoba belajar untuk memahami bahwa dosen mu bisa jadi memang sibuk, apalagi kalau beliau petinggi di kampus dan sering dinas luar kota. Daripada terus menerus meratapi dapat dosen pembimbing yang sulit ditemui, lebih baik kamu proaktif mencari solusinya. Jika dosen mu memang sulit sekali dihubungi untuk bertemu, kamu bisa menunggunya selesai mengajar di kampus. Bertanya pada kakak tingkat atau senior mu atau teman-teman seperjuangan mu tentang bagaimana menghadapi dosen yang bersangkutan ketika sulit ditemui.



Opsi lain, jika kamu merasa kamu sudah mengerjakan skripsimu dengan benar, sudah berlaku sopan, dan proaktif menghubungi dosen, tetapi dosen mu masih sulit juga untuk ditemui kamu bisa mengambil langkah untuk mengkonsultasikan ini ke bidang akademik fakultasmu. 



5. Jangan Lebay, tetap Santuy

Kalau kamu merasa menderita banget saat ngerjain skripsi sampai nangis-nangis. Ya wajar saja, tapi kamu perlu dengerin nasihat dari Marcus Aurelius ini “Selalu ingat bahwa ini semua pernah terjadi sebelumnya, dan akan terjadi lagi. Plot yang sama dari awal hingga akhir, di tata panggung yang sama. Pikirkan ini, berdasarkan yang kamu ketahui dari pengalaman atau sejarah.”- Marcus Aurelius (Meditations). 


Dalam hal skripsi, kejadian-kejadian ditolak judul, revisi berkali-kali, dicecar saat sidang skripsi, itu adalah masalah yang sudah dialami oleh mahasiswa lain juga baik yang sudah lulus maupun yang saat ini masih proses mengerjakan. Tidak hanya kamu yang mengalami kesulitan itu. Itu masalah yang sudah biasa terjadi dalam proses ngerjain skripsi, jadi buat apa kamu sampai berlebihan meresponnya?


Epictetus mengatakan bahwa ketika kita mengalami kesulitan, kita harus membayangkan bahwa seolah-olah hal yang sama juga terjadi pada seorang teman. Hal itu mengingatkan diri kita bahwa kesulitan juga terjadi pada semua orang. 



Marcus Aurelius juga mempraktikkan hal yang sama dengan bertanya pada diri sendiri “Apakah kesulitan yang kita hadapi saat ini akan kita rasakan atau mempengaruhi diri kita  10 atau 20 tahun ke depan?”. Kalau jawabannya engga, atau bahkan sepertinya kita akan melupakannya, maka tidak ada gunanya kita berlebihan mengeluh akan kesulitan itu. Kesulitan itu seringkali sifatnya hanya sementara. 



Hampir semua mahasiswa menghadapi tantangan dan kesulitan yang sama, mereka akan terus mengalami dan menghadapi kesulitan yang sama. Mengetahui bahwa orang lain telah melewati masa sulit dan menjadi lebih kuat karenanya itu dapat membantu kamu untuk menyadari bahwa kamu juga dapat melakukannya sama seperti mereka. Mereka aja bisa lulus, kamu juga pasti bisa!



6. Melawan Malas

Seringkali hambatan dalam mengerjakan skripsi justru datang dari dalam dirimu. Misalnya, malas, tidak mood, suka menunda-nunda, tidak fokus, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi itu, sepertinya kamu perlu merenungkan nasihat filsuf Stoik, Marcus Aurelius :



"Saat subuh, ketika kamu merasa sulit meninggalkan tempat tidur, katakan pada dirimu sendiri : saya harus bekerja sebagai manusia. Apa yang harus saya keluhkan, jika saya memang mengerjakan hal-hal yang untuknya saya dilahirkan- segala hal yang memang saya lakukan datang ke dunia ini? untuk meringkuk di bawah selimut agar tetap hangat?".- Marcus Aurelius (Meditaions).



Kamu mungkin bakal mikir bahwa bukannya nikmat ya rebahan, tetap meringkuk di kasur dan selimut terus sambil scroll tiktok?. Marcus Aurelius kembali mengingatkan :



"Jadi kamu dilahirkan untuk 'merasa nikmat'? Dan bukannya bekerja dan mencari pengalaman? Tidakkah kamu lihat tumbuhan, burung, semut, laba-laba dan lebah, semuanya mondar-mandir mengerjakan pekerjaan mereka, menempatkan dunia ini sebagaimana mestinya, sebaik upaya yang bisa mereka lakukan?. Dan kamu tidak bersedia melakukan tugasmu sebagai manusia? Mengapa kamu tidak bergegas melakukan apa yang dituntut oleh jati dirimu (sebagai manusia)?". -Marcus Aurelius (Meditaions).



Stoikisme menekankan agar hidup selaras dengan alam. Rajin bekerja dan berkarya adalah bagian dari jati diri manusia. Ketika kamu malas bekerja atau berkarya, kalau kamu mahasiswa males ngerjain skripsi padahal sudah semestinya itu tugasmu, maka kamu sudah mengingkari nature sebagai manusia atau mahasiswa. Bahkan dianggap lebih buruk dari binatang-binatang yang lebih rajin dari kamu.



Berat banget ya kayanya buat dicerna?.

Gini, kamu itu kan mahasiswa dan sudah seharusnya kamu mengerjakan tugas akademik. Itulah jati dirimu sebagai mahasiswa. Semakin kamu malas mengerjakan, maka kamu mengingkari jati dirimu sebagai mahasiswa dan dan itulah yang menempatkanmu pada kesulitan meraih ketenangan dan terus cemas karena kamu tidak mengerjakan tanggung jawabmu



"Dengan kata lain, kemalasanlah yang akan membawamu pada kesusahan dan bukanlah jerih payah itu sendiri. Sesungguhnya, kerajinan, kerja keras, dan berkarya sudah menjadi panggilan kita." -Henry Manampiring (Filosofi Teras, 79)



Sedikit menambahkan, kalau kamu malas karena bingung apa yang mau ditulis dalam skripsimu, cobalah untuk mencari ide dengan cara memperbanyak bacaan referensi yang relevan dengan topik mu. Mulailah dari hal-hal sederhana, menulis setidaknya satu kalimat atau satu paragraf terlebih dahulu. Kalau emang kamu lagi buntu banget, kamu bisa mulai menulis kata pengantar dulu, persembahan, motto, dan bagian-bagian lain yang kamu rasa lebih mudah.



Saat kamu merasa sudah mengupayakan semaksimal mungkin dan melakukan apa yang semestinya kamu lakukan, kemudian kamu ngerasa capek, jenuh, dan buntu banget udah ngga tau apa lagi yang mau di tulis, mungkin itu pertanda bahwa kamu perlu mengambil jeda atau istirahat.



"Pikiran kita tidak boleh terus menerus dipaksa berkonsentrasi, tapi haruslah diberi hiburan."-Seneca



Pikiran kita harus beristirahat, karena sesudahnya pikiran akan menjadi lebih baik dan lebih tajam. Kamu juga sesekali perlu menjauh sejenak dari skripsimu. Luangkan waktu untuk sekedar jalan-jalan sore, olahraga, pergi ke alam, atau melakukan hobimu apapun itu untuk menjernihkan kembali pikiranmu.



Saat pikiranmu sudah lebih jernih, kamu bisa kembali lagi mengerjakan skripsimu. Terus-terusan di depan laptop juga ngga akan membuat skripsimu cepat selesai, yang ada malah kamu jenuh. 


7. Pesan Buat si Perfeksionis

Sikap perfeksionis ini bisa jadi musuh dalam mengerjakan skripsi. Karena kamu merasa harus mengerjakan skripsi dengan sempurna. Padahal, kamu itu hanya perlu mengerjakan skripsi dengan baik. Skripsi yang baik itu bukan skripsi yang sempurna. Sampai kapanpun skripsi mu tidak akan pernah sempurna. Sampai sidang akhir skripsi pun, kamu akan tetap melakukan revisi. Sesungguhnya tidak ada skripsi yang benar-benar sempurna. Kalau skripsi mu udah sempurna, terus apa tugas peneliti selanjutnya?. Ketidak sempurnaan skripsi mu inilah yang justru memberi ruang bagi peneliti selanjutnya untuk mengisi kekurangannya. Kamu tidak perlu menyiksa dirimu untuk menjadi sempurna.



"Perfeksionisme itu jarang membuahkan kesempurnaan, yang ada malah kekecewaan." -Holiday & Hanselman (Setiap Hari Stoik: 366 Renungan untuk Menjalani Kehidupan, 273).



Filsuf Stoik, Epictetus menasehati :

"Kita tidak akan  pernah menjadi sempurna--kalaulah yang sempurna memang itu ada. Kita hanya manusia. Upaya-upaya kita harus diarahkan pada kemajuan, seberapa kecil pun yang memungkinkan untuk kita buat"



Juga tidak ada skripsi yang benar-benar 100% unik. Jika kamu berpikir bahwa skripsi mu biasa saja, ngga unik. Ya engga papa, yang penting skripsimu itu bisa selesai dengan baik. Kalau unik yang kamu maksud itu adalah bener-bener berbeda total dari penelitian sebelumnya, rasanya hampir tidak mungkin terjadi. Dengan kamu meneliti di lokasi yang berbeda saja meskipun dengan topik yang sama, itu sudah dianggap unik. Begitu juga saat kamu meneliti topik yang sama dengan teori yang berbeda, itu juga sudah unik!. Kamu tidak perlu memaksakan diri mu menulis skripsi yang berbeda dari penelitian manapun, itu justru akan menyulitkan dirimu karena belum banyak referensi untuk menunjang skripsimu. 



Skripsi yang baik itu skripsi yang selesai, bukan yang sempurna. Skripsi ini bagian dari mata kuliah untuk kamu belajar penelitian dan menyusun laporan penelitian. Namanya juga belajar, pasti ada salahnya, pasti ada kurangnya.




8. Jangan Mengisolasi Diri

Ini pesan yang penting banget buat temen-temen mahasiswa semester akhir. Ketika kamu menghadapi kesulitan jangan segan untuk bertanya dan mencari bantuan. Bisa tanya ke temen, senior mu, cari grup-grup skripsi di telegram atau base twitter dan kamu bisa berdiskusi di sana. Di sana kamu akan berkumpul dengan temen-temen lain yang sama-sama sedang berjuang juga sama kaya kamu, kamu bisa dapet support system dari situ, jadi kamu ngga merasa berjuang sendiri. Intinya jangan menutup diri. Ingat, lakukan apa yang bisa kamu kendalikan. 



Ada kalanya kamu mungkin minder dan insecure dengan progress teman-temanmu yang sudah duluan sempro, sidang skripsi atau bahkan wisuda. Sehingga kamu malu dengan progress mu. Itu wajar, tapi kamu ngga boleh sampai mempengaruhi mu jadi malas dan malu untuk bertemu dengan mereka. Setiap orang itu punya kesulitannya masing-masing, jangan membanding-bandingkan progress mu dengan mereka karena kesulitan yang kalian hadapi pun berbeda. 



Daripada membandingkan progress mu dengan orang lain, lebih baik kamu fokus mengevaluasi progress mu dari hari ke hari. Apakah sudah lebih baik dari kemarin? apakah ada kemajuan dari kemarin?.



Mengisolasi diri ini bisa jadi berbahaya untuk dirimu sendiri. Dengan mengisolasi dirimu dari sekitar apakah membuat dirimu menjadi lebih baik? atau malah membuat kamu makin stress dan overthingking?



Atau kamu malas bersosialisasi karena kamu malas dengan pertanyaan orang lain tentang progress skripsimu?. 



Seringkali orang bertanya itu cuma pengin basa-basi aja kok, ngga ada maksud buat merendahkan kamu. Jadi santai aja, ngga usah baper. Atau kalau yang menanyakan itu adalah teman terdekatmu sendiri, bisa jadi itu tanda bahwa dia peduli dengan kamu dan siap membantu kamu kalau kamu kesulitan. Jadi jangan berburuk sangka dulu. Ngga ada salahnya juga untuk lebih terbuka dengan teman-teman sekitarmu mengenai kesulitan yang kamu hadapi, bisa jadi temanmu bisa membantumu.



Referensi :

Holiday & Hanselman. 2022. Setiap Hari Stoik: 366 Renungan untuk Menjalani Kehidupan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama


Manampiring, Henry. 2019. Filosofi Teras. Jakarta : Penerbit Buku Kompas


Ratkovic & Racine. 2020. Stoic Students: How We Are Learning to Let Go of Worry and Find Peace by Ryan Racine and Igor Ratkovic. diakses pada 19 Juli 2023


Danzman, Rob. 2021. How Stoic Can Help College Student. diakses pada 19 Juli 2023



Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.